TIMES KARAWANG, JAKARTA – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menetapkan hutan adat seluas 345.257 hektare yang kini dikelola oleh 164 komunitas Masyarakat Hukum Adat (MHA) di seluruh Indonesia. Langkah ini memperkuat pengakuan negara terhadap hak masyarakat adat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan.
“Kalau jumlah masyarakat adat yang sudah ada pengakuan hutan adatnya, sampai dengan Oktober 2025 ini ada 164 masyarakat hukum adat dengan luas 345.257 hektare,” ujar Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kemenhut, Julmansyah, dalam taklimat media di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Julmansyah menjelaskan, angka tersebut meningkat dibandingkan data pada awal September 2025, yang menunjukkan luasan penetapan hutan adat sebesar 333.687 hektare dan dikelola oleh 83.000 kepala keluarga (KK) di 41 kabupaten.
Ia menegaskan bahwa penetapan hutan adat merupakan bagian dari program perhutanan sosial yang dijalankan secara proporsional. Tujuannya untuk memastikan perlindungan hak masyarakat hukum adat sekaligus menjaga kelestarian fungsi hutan.
“Implementasi penetapan hutan adat berjalan proporsional, memenuhi hak masyarakat adat dan kewajiban negara menjaga kelestarian hutan,” jelasnya.
Sejalan dengan Putusan MK 181/PUU-XXII/2024
Kebijakan tersebut juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 181/PUU-XXII/2024 yang dikeluarkan pada 16 Oktober 2024. Dalam putusan itu, MK memperbolehkan masyarakat hukum adat membuka lahan perkebunan di kawasan hutan tanpa izin pemerintah, selama dilakukan tanpa tujuan komersial.
Julmansyah menilai, putusan MK tersebut memiliki implikasi yang memperkuat kebijakan penetapan hutan adat. “Putusan MK Nomor 181 mempertegas posisi masyarakat hukum adat sebagai kelompok yang hidup turun-temurun di kawasan hutan,” katanya.
Ia menambahkan, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 juga sudah mengatur pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat hukum adat hanya untuk kebutuhan subsistensi atau kebutuhan sendiri, bukan untuk tujuan bisnis.
“Bahasa Putusan MK 181 sejalan dengan PP 23/2021. Tidak untuk komersialisasi berarti untuk subsistensi. Jadi sebenarnya Putusan 181 ini memperkuat kebijakan penetapan hutan adat,” tegas Julmansyah.
Negara Akui Hak Adat, Jaga Kelestarian Hutan
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. MK menegaskan bahwa larangan kegiatan perkebunan di kawasan hutan tanpa izin tidak berlaku bagi masyarakat adat yang hidup secara turun-temurun di kawasan tersebut.
Dengan demikian, kebijakan penetapan hutan adat menjadi bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi hak-hak masyarakat adat, sekaligus memastikan pengelolaan hutan tetap lestari dan berkeadilan sosial. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kemenhut Tetapkan 345 Ribu Hektare Hutan Adat untuk 164 Komunitas Masyarakat Hukum Adat
| Pewarta | : Rochmat Shobirin |
| Editor | : Imadudin Muhammad |